Catatan dari Buku Catatan Hati Seorang Istri

Dari judulnya saja buku ini menarik hati saya untuk membacanya. Usai ‘Ngaji’ di Masjid Kampus UGM, di Pelataran masjid saya melihat buku ini.
"Berapa harganya, Pak?"
"39 ribu diskon jadi 31 ribu, Mbak. Itu buku terbarunya Asma Nadia", jawab bapak penjual.
Saya meletakkan kembali buku tersebut.
"Mahal amat. Beli di kawasan taman pintar mungkin lebih murah.", ujar saya dalam hati.
Tiga hari setelahnya, saya mengajak suami ke kawasan taman pintar untuk mencari buku karya Mbak Asma Nadia itu. Suami memang telah menyisihkan uang khusus untuk membelikan saya buku sebagai wujud dukungannya pada saya menjadi penulis.

Tiba di kawasan taman pintar, saya segera mencari kios buku langganan saya. Buku Catatan Hati berdiri manis di deretan buku terdepan, memudahkan saya untuk menemukannya tanpa bertanya pada si penjual. Tawar menawar pun terjadi, tidak berjalan a lot karena saya sudah menjadi langganan kios itu, harga pun disepakati, 25.000 rupiah !. Saya kegirangan, layaknya anak kecil saya memegang tangan suami dan menjerit pelan dengan ekspresif.

"Mas, lebih murah dari masjid kampus, di sana 31.000 rupiah, di sini 25.000!"
"Dua puluh enam ribu, Dek sama parkir" sahut suami kalem.
"O,iya..tapi tetap lebih murah"

Suami lantas mengambil sepeda motor di parkiran dan membayar parkir 1000 rupiah. Belum satu meter motor berjalan… suami berhenti, merasa ada yang aneh dengan motornya ia melihat ke belakang, rupanya bannya bocor !. Syukur-lah tidak jauh dari situ ada jasa tambal ban. Sembari menunggu, saya membaca buku.

Dua puluh menit kemudian, selesai sudah ban ditambal, suami mengambil motornya dan membayar.
"Berapa, Mas?" tanya saya pada suami dengan berbisik.
"Lima ribu. Tuh kan, harga bukunya jadi sama saja, 31.000". ujar suami seraya menjalankan motornya perlahan.
Saya tertegun dan menghitung-hitung, benar juga! Yaah… maunya untung, malah…

***
Buku Catatan Hati memang apik! Buktinya, setelah buku ditangan saya, mata saya tak ingin lepas sebelum selesai membacanya. Di atas motor menuju pulang, saya asyik membacanya dengan penerangan lampu-lampu kendaraan yang lalu lalang (beli bukunya malam hari), setiba di rumah membuatkan suami minuman, buku itu masih menemani saya, sesekali saya membacakannya untuk suami.

Catatan-catatan hati di dalam buku itu membuat saya teringat pada penderitaan yang sama yang di alami perempuan-perempuan disekeliling saya, salah satunya pada catatan yang oleh Mbak Asma di beri judul : Sebab Aku Berhak Bahagia. Oh, Mirip kisah Bude saya! Bedanya, Bude hingga sekarang masih tetap bertahan, tak ada perceraian meskipun anak-anak Bude (sepupu saya) sudah menikah dan sukses. Mengapa..? Karena Bude berprofesi hakim agung yang tugasnya mengetuk palu memberi keputusan. Harga dirinya terlalu tinggi jika suatu hari ia duduk di tempat sebaliknya, di kursi pesakitan menunggu hakim mengetuk palu pada seorang hakim!

Ah, coba Mbak Asma lebih banyak lagi menguak catatan hati isteri yang lain. Karena khususnya untuk yang mengalami hal yang serupa dapat membuka mata bahwa mereka tidak sendirian, juga menjadi lebih berani untuk merengkuh kebahagiaan yang menjadi hak mereka. Dan bagi isteri yang bahagia dengan pernikahannya dapat lebih bersyukur lagi pada Allah.
Saya juga, usai saya membacanya, saya memeluk suami mesra dan mencium keningnya, dalam hati bersyukur pada Allah, tapi lisan berkata, "Sayang…jangan seperti suami-suami dibuku ini yaaa…"



Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

 
Dear Diary Blogger Template