Tawakkal : Kepada Siapa ?



Bila jiwa tak tersentuh kesabaran dan keikhlasan ketika bertemu kegagalan,
tak ada salahnya kita bertanya pada relung hati kita.
Kepada siapakah aku bertawakkal…?

Pernahkah anda merasa teramat kecewa ketika anda telah berusaha sekuat tenaga namun hasil yang anda dapatkan tidak sesuai harapan…?
Pernahkah anda bertanya-tanya mengapa anda selalu gagal padahal anda telah berusaha dan berusaha?

Jika anda pernah, saya pun pernah. Mungkin pengalaman saya berikut ini dapat bermanfaat buat anda. Semoga.

Masa-masa menyelesaikan kuliah sungguh sangat berat buat saya, bagaikan membawa sepuluh ton karung pasir di atas punggung!.
Jika anda melihat keong yang berjalan dengan sangat lambat ke tempat yang dituju, mungkin begitulah saya.

Bagaimana tidak, setiap kali hasil ujian semester diumumkan saya selalu menemukan nilai D pada 2 hingga 3 mata kuliah. Itu artinya saya harus mengulang kembali pada semester pendek atau semester reguler bersama adik-adik tingkat. Belum lagi mengulang nilai C yang merupakan nilai dominan di KHS saya, untuk menambah jumlah IPK, tentunya. Setiap ada kesempatan untuk mengulang mata kuliah tak pernah saya lewatkan.

Bodoh? Saya yakin tidak. Walau kadang merasa 'bodoh' itu mampir juga di otak saya disaat saya harus mengulang 3 atau 4 kali untuk 2 mata kuliah yang tersulit di fakultas. Tapi saya yakin saya tidak bodoh, apalagi idiot. Saya hanya tidak mampu bersahabat dengan bidang yang saya pilih. Sulit sekali bagi saya memfokuskan diri pada penjelasan dosen di depan ruang kelas. Ketimbang membaca buku-buku kuliah yang tebal, koran dan buku-buku psikologi lebih menarik hati saya. Kerap terjadi, ketika belajar di perpustakaan dengan buku kuliah di tangan, mata dan tangan saya tak sejalan. Buku kuliah ditangan, tapi mata membaca buku-buku lain hingga tanpa terasa waktu berlalu begitu saja.

Begitupun pada saat ujian, untuk mata kuliah diluar bidang saya, saya hanya perlu membaca 2 kali saja untuk bisa memahami mendapatkan nilai yang memuaskan. Tapi bila belajar untuk mata kuliah yang berkaitan dengan bidang saya, jungkir balik, susah payah, mandi keringat bercampur air mata, entah apalagi yang bisa menggambarkan kerja keras saya untuk belajar.
Puncak dari itu semua, disaat jatah semester kuliah telah habis, semester melayang. Di saat itulah puncak kejenuhan dan kelelahan. Jenuh, karena harus mengulang dan mengulang lagi. Lelah, karena dengan pengulangan beberapa kali, saya merasa sudah paham dan telah menguasai mata kuliah tersebut, tapi tetap saja gagal...

Patah semangat? Sering! Terkadang terfikir untuk mundur saja, tapi mengingat saya telah berada di ujung dan hampir tiba di tujuan, mengingat perjuangan saya melangkah setapak demi setapak hingga tinggal sedikit lagi menuju kemenangan, mengingat pengorbanan Ayah-Ibu, biaya yang tidak sedikit yang telah mereka keluarkan, tidak ada pilihan lain, saya harus tetap maju!.

Tapi mengapa kegagalan demi kegagalan begitu akrab dengan saya...? Mengapa nilai D begitu cinta pada saya...?

Ayah selalu menasihati,
"Makanya, jangan malas belajar! Jangan lupa berdo'a, terus tawakkal!" Dan saya selalu berkilah, "Sudah kok...!"

Saya tidak bohong, saya memang sudah belajar keras, apalagi di saat-saat semester melayang ini, di saat Ayah-Ibu mulai rewel bertanya, "Kapan dong lulusnya...?". Begitupun dengan tiap orang yang mengenal saya, selalu menanyakan hal yang sama bila bertemu. Berdo'a? Saya pun sudah melakukannya, dalam tahajud dan dhuha, ditambah dengan berpuasa sunnah. Tawakkal? Bukankah merupakan keharusan bagi kita berpasrah diri pada Allah menyerahkan keputusan terbaik pada-Nya setelah kita berusaha...?

Tak tahan, saya sering menangis bila masih juga menemukan nilai yang sama di KHS saya, putus asa sempat menghampiri. Mengapa?, mengapa?, dan mengapa?.. Akhirnya saya memilih muhasabah diri, mengoreksi ikhtiar dan tawakkal saya. Hingga kemudian saya teringat pada kata-kata yang ditulis di sebuah buku mengenai tawakkal : Hati-hati dengan tawakkal kita. Bukan bertawakkal pada Allah tetapi pada usaha yang kita lakukan.

Betapa sering saya menggerutu bila nilai ujian yang saya dapatkan ternyata tak sebagus yang saya kira, padahal ketika ujian, saya yakin akan mendapat nilai bagus karena saya sudah berusaha keras dengan belajar dan belajar. Mungkin inilah yang dinamakan tawakkal pada usaha...

Tawakkal pada Allah akan melahirkan kesabaran serta keikhlasan dalam menerima apapun keputusan Allah, menerima dan meyakini bahwa keputusan Allah adalah yang terbaik. Manusia wajib berusaha, Allah jua yang menentukan.

Subhanallah…betapa seringnya saya mendengar dan membaca tentang tawakkal, namun betapa sulit mengaplikasikannya...Terkadang merasa yakin akan memperoleh kesuksesan atas potensi diri namun lupa bahwa Allah adalah Sang pemiilik kesuksesan dan yang memberikan kesuksesan itu. Ujungnya, kecewa, amarah, dan berputus asa bila ternyata kegagalanlah yang menghampiri...

Bangkit dari kegagalan, saya pun memperbaiki tawakkal saya. Hingga detik-detik menjelang pukul 12 siang penutupan yudisium saya memaksimalkan usaha dengan segala daya dan upaya, tak terfikir apapun kecuali berusaha maksimal hingga tetes darah penghabisan, lulus atau tidak lulus biar Allah saja yang menentukan...

Dan...Allahu Akbar! Saya lulus! Rasa syukur yang tak terkira karena telah lewat masa masa ujian intelektual, hati, iman, dan seluruh daya saya selama menjadi mahasiswa. Walau lulus dengan IPK pas-pasan, semoga di mata Allah saya lulus dengan predikat cumlaude, amin! Dan, tidak hanya kelulusan yang Allah hadiahkan untuk saya, tetapi juga sebuah pekerjaan, pada pengajuan lamaran kerja saya yang pertama, sebulan setelah menyandang predikat sarjana. Sungguh, Allah Maha Besar! (chy-kh)



Bookmark and Share

Tidak ada komentar:

 
Dear Diary Blogger Template