Kemarin siang sewaktu saya membeli Lotek (makanan sejenis pecel), saya sempatkan ngobrol dengan ibu penjualnya. Seorang ibu muda dengan satu orang anak dan sedang hamil anak keduanya, tapi hari itu saya melihat perut ibu tersebut telah mengempis, ternyata ia telah kehilangan janinnya yang berusia enam bulan, meninggal dalam kandungan. Saya tidak begitu terkejut sebab dari melihat bagaimana si ibu bekerja seharian menjajakan dagangannya di atas kepala dengan berjalan kaki dalam jarak yang jauh padahal dalam kondisi hamil muda, pastinya akan mengancam keselamatan janin di kandungannya, terlebih ia tidak punya cukup uang untuk memenuhi gizi dirinya dan janin yang dikandungnya.
Sebenarnya saya sudah mengingatkan si ibu waktu usia kandungannya 3 bulan agar banyak beristirahat di rumah, tapi jawaban si ibu membuat saya tak mampu berkata-kata,
“Kalo ndak jualan ya ndak bisa makan, saya ini kan orang miskin, Mbak”
Sebuah pilihan yang dilematis, antara uang dan nyawa dirinya atau bayi dalam kandungannya. Jika tidak bekerja, ia dan keluarga tak dapat makan hari ini, tak punya biaya untuk memeriksakan kandungan, terlebih biaya untuk persalinan dan kebutuhan bayi bila lahir nanti, sedang bila berjualan berkeliling resiko berbahaya pada kandungannya dapat terjadi setiap saat.
Amat mudah bagi orang lain memberikan saran, namun tuntutan hidup tak mudah untuk dipenuhi, terkadang memaksa kita membuat sebuah pilihan yang teramat sulit, dengan harapan kesulitan hari ini akan berganti kelapangan di kemudian hari. Saya percaya, si ibu bekerja keras menjajakan dagangan dengan mengusungnya di kepala, berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya bukan karena tak mengkhawatirkan kondisi calon anaknya, namun untuk mengumpulkan uang demi memenuhi gizi bayi dalam kandungannya, memeriksakan kandungannya secara rutin, membiayai persalinan dan memenuhi kebutuhan bayinya nanti. Ini lah ketangguhan seorang wanita dan pengorbanan seorang ibu.(chy-kh)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar